Banyak yang berubah dari ku semenjak aku memasuki bangku kuliah. Banyak sekali, ada banyak hal yang aku alami di Surabaya untuk pertama kali. Banyak sekali sifat sifatku berubah dari masa SMA. Jadi teringat waktu pertama kali ditinggal bapak ibu di Surabaya sendiri. Saat itu aku dan keluarga sudah memutuskan untuk setahun pertama kuliah aku tinggal di asrama, setelah menimbang nimbang, daftar, mengisi ini itu segala macam akhirnya sampai juga saat pindahan. Berasa lagi di film film yang bawa barang buanyak dari rumah untuk pindahahn kekamar asrama.
aku benar benar akan jauh dari rumah
Kebiasaan ku saat aku memikirkan sesuatu aku selalu berpikir hal itu akan terjadi selamanya ya agak lebay sih, tapi itu yang terjadi selama perjalanan menuju Surabaya. Memikirkan aku harus tidur sendiri dikamar, jauh dari orang tua, jauh dari orang-orang yang aku kenal. Bisa nggak ya aku tinggal sendirian di kota besar, Surabaya, yang pas pertama kali aku kesana aku benar-benar seperti orang kampung yang pertamakali kekota besar, terkagum-kagum dengan gedung tinggi (sampai terus aku pandangi walau jauh terlewat mobil), maklum lah ya di Batu nggak ada gedung setinggi itu, nggak ada sungai sekotor itu, nggak ada udara sepanas itu.
aku nggak bakalan betah disini
Bayangan jauh dari hal-hal menyenangkan dikampung halaman di Batu yang sejuk dan damai harus ku tepis dan menyambut teriknya Surabaya, menambah sedih pas perjalanan. Perjalananku saat itu hampir setiap saat aku menahan air mata ya aku emang cengeng ya,
sampai akhirnya tiba di asrama
Saat itu benar-benar kalang kabut karena ternyata persiapan yang dibawa ternyata kurang dan akhirnya, ibu dan bapakku keluar sebentar untuk membeli kebutuhanku si Sakinah (sejenis supermarket kecil di sekitar daerah ITS). Tinggallah aku di kamar sendirian melihat-lihat keadaan, hmm kasurnya empuk, jendelanya besar, sepi, sepi, entah mengapa banyak hal-hal negatif yang tiba-tiba kepikiran kayak nanti pasti bakalan kangen rumah, kangen bapak, ibu, mbak, rasna dan hal-hal menyenangkan lain yang ada di Batu. Menangislah aku saat itu, pas sendirian juga, sampai mataku sembab, tapi anehnya bapak ibu nggak menanyakan dan terus saja berbicara padaku tentang "bagaimana hidup mandiri" aku hanya mendengarkan sambil menundukkan kepala masih menahan tangis.
"Tak tinggal sek yo nduk, ati-ati ndek Suroboyo seng gelek telpon, sms nang omah. Dijogo maem e, pergaulane di jogo, kuliah seng temen. Niat kuliah gawe nggolek ilmu, ojo gawe golek penggawean, penggawean iku pasti ono. Ojo lali ndungo seng sregep, sebab seng Kuasa pasti ono campur tangan ndek keberhasilanmu kelak"
artinya kurang lebih: " Kami tinggal dulu ya, nak, hati-hati di Surabaya, serinmg-sering telpon sms kerumah. Dijaga makannya, pergaulannya, kuliah yang niat. Niatkan kuliah untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari pekerjaan, pekerjaan pasti ada. Jangan lupa rajin berdoa, karena yang Kasa pasti ada campur tangan atas keberhasilanmu kelak"
Begitu kira-kira kata-kata pamitan dari bapak saat itu, setelah kurangkum. Saat itu aku bener-bener nggak bisa nahan tangis di depan mereka, aku menangis.
ada harapan yang harus diwujudkan, ada senyum senyum yang harus di kembangkan, ada pesan-pesan yang harus dijaga.
Dan mulai saat itu, ada beban baru yang aku pikul sebagai seorang anak yang jauh dari orang tua dan orang-orang yang aku sayangi, beban yang hanya aku yang memikul dan hanya aku yang harus mewujudkannya.
sekian
kayaknya bakal ada lanjutannya
Komentar
Posting Komentar