Membisu itu anugerah.
Kadang dia ingin tetap bisu, untuk mematikan harapan yang menjatuhkannya
Dia ingin tetap bisu, bukan untuk dicari
Dia ingin tetap bisu untuk bisa melihat dirinya sendiri, apa yang selama ini ternyata menjadi harapan, apa yang selama ini menjadi keinginannya.
Dia ingin tetap bisu dan hanya ingin melihat orang-orang disekelilingnya senang.
Kadang dia ingin berhenti menulis, dan pura-pura menangis
Dia ingin berhenti menulis, tangis
Dia ingin berhenti menulis, tangis
Dia ingin berhenti menulis, bercerita seakan-akan dunia ini sangat sempit
Karena ternyata hati dan kepalanyalah yang sempit.
Seberapa banyakpun hal yang ingin ia lakukan, rasanya hanya ada di batas angan-angannya saja. Dia adalah objek, tak boleh punya ingin, tak boleh merasa sedih, tak boleh membutuhkan orang lain, mati. Kesana-kemari, mengikuti kemanapun orang-orang berlalu lalang. Tak pernah benar-benar berjalan sendirian. Kadang saat orang-orang tidak membutuhkannya, dia melihat dirinya sendirian dan tidak dimana-mana.
Suatu waktu, saat harinya mulai melelahkan. ia lupa bahwa dia harus mati. Tak boleh merengek pada orang lain, apalagi bila mereka sedang sibuk dengan rasa lelah mereka sendiri, apalagi saat mereka sibuk mengumpulkan air mata mereka sendiri. Ia lupa bahwa ia tak boleh kecewa, karena dia akan kehilangan semuanya seperti yang lalu-lalu.
Baginya, lelah adalah mati suri
Komentar
Posting Komentar