Selama bertahun-tahun aku selalu melatih diriku untuk hanya merasakan apa yang ingin aku rasakan. Memotong semua hal yang tidak ingin aku rasakan. Merencanakan perasaan yang harus aku ungkapkan, dan rasakan, menyiapkan semua kemungkinan terburuk yang akan aku jalani selama sisa hidup. Mengorbankan dengan suka rela semua hal yang aku butuhkan dari seseorang yang paling aku harapkan. Melupakan diriku sendiri, hingga akhirnya aku kehilangan hati, kehilangan semua yang sebenarnya aku sangat inginkan. Merelakan semua itu. Aku kira mungkin suatu saat aku akan bahagia setelah aku melalui ini.
Lalu aku teringat lagi hal-hal terburuk yang aku sempat bayangkan akan aku lalui selama sisa hidupku, yaitu sendirian. Apa aku akan bahagia, sekarang setelah setidaknya hal-hal terburuk itu kemungkinan tidak akan terjadi padaku lagi? Aku juga tidak tau, yang aku lakukan hanya berusaha sebesar apa yang aku bisa usahakan untukku sekarang.
Melihat bayangan-bayanganku itu menjadi nyata bukan hal yang mudah untuk diterima, aku tidak terkejut. Karena memang sesering itu aku memikirkannya, hanya saja aku bahkan sudah tidak bisa merasakan apapun. Yang aku rasa hanya menuntut apa yang aku butuhkan, yang mungkin dimasa depan akan terulang lagi, dan akan ada kata maaf lagi. Diam-diam aku mati. Perlahan, tapi pasti..
Perlahan aku menjadi tidak terlihat lagi bahkan olehku sendiri, diam-diam aku buta tuli. Tapi sayangnya aku tidak bisu. Aku mengatakan apapun yang aku pikir aku rasakan, mengusahakan apapun yang aku pikir itu bisa membuatku hidup lagi. Aku menyelam dan tidak sadar sudah tenggelam ke dasar lautan.
Sekarang, aku berusaha naik kepermukaan. Mencari segala hal yang bisa membuatku setidaknya terapung, gelembung-gelembung terkecil yang bisa aku gapai. Susah, memang. Karena aku terbiasa mati rasa. Bingung, memang. Tapi setidaknya aku punya sedikit harapan lain, untuk membuat hatiku lapang dan tenang serta cukup.
Komentar
Posting Komentar